Sabtu, 13 Maret 2010

300 LEBIH KISAH MUKJIZAT RASULULLAH MUHAMMAD SAW

Terkadang ada muslim & kufar yg tak percaya dengan mukjizat Rasulullah Muhammad SAW yang dengan seizin ALLAh boleh dapat melakukan:




Mengerti bahasa binatang seperti Nabi Sulaiman


Memerintah bumi & pohon seperti Nabi Musa


Diberi mukjizat seperti Nabi Ibrahim


Anak yang meninggal bangkit hidup kembali...




Menyembuhkan orang buta


Menyembuhkan orang lumpuh


Menyembuhkan orang cacat sejak lahir


Mengetahui isi hati




Memberi makan beribu orang dengan seketul makanan


Memberi minum beribu orang dengan sikit air


Mengeluarkan air ditengah padang gurun


Mengeluarkan air dari sela jari untuk wudhu beribu orang


Menyembuhkan putri raja yg cacat tanpa tangan & kaki




Membelah bulan menjadi 2 bagian


Dan ini telah dibuktikan oleh para astronot yg menghabiskan dana ratusan juta dollar




Mengetahui apa yang telah terjadi


Mengetahui apa yang sedang terjadi


Mengetahui apa yang akan terjadi


Melihat yg dibelakang punggungnya seperti dari depan




Musuh bergetar tak mampu membunuh


Bumi memakan orang yang hendak membunuh beliau


Musuh tak dapat melihat beliau


Tidak dapat dibunuh musuh




Rombongan berkuda para sahabat boleh dapat Menyebrang laut dengan berkuda saat mengejar musuh Yang lari dengan kapal layar




atau pun mukjizat lainnya, ini kerana ia belum pernah membaca hadist shohih Bukhori & shohih Muslim atu Shohih Ahmad yg lengkap & bukan sekedar ringkasan hadist.




Untuk sekedar reference, sila tengok website:


http://id.wikipedia.org/wiki/Mukjizat_Muhammad




Tapi kena di ingat jika mukjizat dalam website di atas belum lengkap dibanding apa yg tertulis dalam kitab hadist yg lengkap & jumlahnya menjumpai 300 kisah mukjizat dari Rasulullah Muhammad SAW baik yg serupa ataupun lainnya.




Tujuan pembuktian ini bukan acuan pada mukjizat di atas, tetapi pada Qur'an sebagai Firman ALLAH & mengapa disebut Mukjizat terbesar & sepanjang masa, insya ALLAH sesuai dengan info yg tertulis dalam cover group page ini.


-----------------------------


Hati-hati dengan Lisan

Lisan, kata ulama besar Imam Ghazali, merupakan kenikmatan besar yang dianugerahkan kepada manusia. Dengan lisannya manusia bisa berbicara, sehingga mampu berkomunikasi dengan lancar di antara sesamanya. Dengan lisan pula seseorang bisa dibedakan apakah ia Muslim atau non-Muslim. Pengucapan Syahadatain adalah buktinya. Menurut Ghazali, sekalipun seseorang meyakini ajaran Islam, akan tetapi jika tidak mengucapkan Syahadatain, maka belumlah dikatakan Muslim.




Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Wahai Rasulullah, perbuatan apakah yang akan menjagaku dari kebinasaan?'' Rasulullah SAW menjawab, ''Berimanlah kamu kepada Allah dan beristiqamahlah dalam memegang ajaran-Nya.''




Kemudian sahabat tersebut bertanya lagi, ''Wahai Baginda Rasul, perilaku apakah yang engkau khawatirkan atas diriku?'' Rasulullah SAW memberikan jawaban dengan mengisyaratkan pada lisannya. Lisan memang mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam kehidupan. Perang dan damai, persahabatan dan permusuhan, serta hal-hal lainnya yang menyangkut nasib hidup bisa berawal dari lisan.




Alquran dan hadis telah memberi petunjuk supaya dalam pelaksanaan ibadah dan muamalah kita senantiasa menjaga lisan, baik dari sikap riya maupun mengeluarkan perkataan yang menyakiti orang lain. Allah SWT berfirman, ''Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang-orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia ....'' (QS 2: 264). Demikian halnya dalam bermuamalah, baik kepada orang tua, maupun kepada sesama, sebagaimana arahan Lukman kepada anak-anaknya.




''Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.'' (QS 31: 19). Dalam sebuah hadis dikisahkan, ada seseorang yang selalu berbuat baik dan gemar bersedekah. Tapi, di akhir hayatnya ia mendapatkan kebinasaan, dikarenakan ia selalu mengumbar amalnya, serta menyakiti saudara yang telah ditolongnya. Sabda Rasul lainnya menyatakan bahwa menjaga lisan adalah salah satu tanda seseorang yang taat kepada Allah dan beriman kepada Hari Akhir. Ujar beliau, ''Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berkatalah dengan perkataan yang baik atau diam.''




Dalam hadis lain dijelaskan bahwa tanda-tanda orang munafik adalah senantiasa mengumbar janji dengan tidak menepati janji yang ia ucapkan. Demikianlah peran lisan. Ia bisa bermanfaat namun bisa pula menimbulkan malapetaka. Yang terakhir ini termasuk menyebarkan gosip untuk memprovokasi orang lain sehingga timbul gejolak yang merugikan masyarakat banyak. Untuk itu, sebaik-baiknya perangai seorang Muslim adalah meninggalkan perbuatan --baik perkataan ataupun perilaku-- yang tidak bermanfaat. Wallahu a'lam bis-shawab. (Pardan Syafrudin)




sumber : republika

LUPAKAN KEBAIKAN, MAAFKAN KESALAHAN

"Dua Hal Yang Harus Dilupakan Dalam Hidup Adalah Kebaikan Kita Kepada Orang Lain Dan Kesalahan Orang Lain Terhadap Kita"




Bila kita mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk berbuat baik LAKUKANLAH…


Karena banyak orang yang mempunyai kemampuan Tetapi tidak memiliki kesempatan.


Demikian juga banyak yang mempunyai kesempatan tetapi tidak punya kemampuan untuk melakukan kebaikan.




Dahulu disebuah perkampungan tinggal seorang nenek yang sudah sangat tua. Namun kondisi tubuhnya masih sangat sehat. Walaupun usianya sudah lanjut dirinya masih bisa mencari nafkah sendiri. Walaupun hidup sendiri, dirinya tidak pernah terlihat sedih. Setiap waktu bibirnya selalu mengembangkan senyum dan raut mukanya ceria.




Nenek ini tidak menjadi beban para tetangga, sebaliknya para tetangga menjadikan beliau sebagai tempat mencari jalan keluar untuk berbagai masalah, karena Sang nenek memang terkenal suka membantu terhadap sesama, beliau akan memberikan bantuan sebanyak yang ia bisa. Kalau memang harus memberikan bantuan berupa materi, ketika ia punya dirinya tak segan-segan memberikan kepada yang lebih membutuhkan. Tidak hanya orang yang tidak mampu saja yang sering minta bantuan kepada Sang nenek, banyak juga orang kaya bahkan pejabat setempat mendatanginya untuk sekedar meminta nasehat. Masyarakat setempat sangat mengagumi dan menghormati Sang nenek mulai dari anak-anak sampai dengan orang tua.




Suatu hari dirinya pun didatangi seorang pejabat desa setempat, pejabat ini terkenal sangat dermawan. Namun pejabat ini tetap merasakan pamornya kalah dengan Sang nenek. Ia merasakan apa yang dilakukan jauh melebihi sang nenek.


Ia selalu membantu rakyatnya yang kesusahan dan ia merasakan apa yang didapat tidak setimpal. Hatinya sangat gelisah dan pejabat ingin mencari tahu apa yang diperbuat nenek sehingga Sang nenek mendapatkan simpati yang melebihi dirinya.




"Nenek aku ingin tahu rahasia nenek sehingga nenek begitu dihormati disini ?" Tanya pejabat.


"Nenek tidak melakukan apa-apa" Jawab nenek dengan gaya khasnya yang selalu tersenyum tulus kepada siapa saja.


"Aku benar-benar ingin tahu nenek, Aku merasakan aku sudah berusaha yang terbaik untuk rakyatku tetapi mengapa aku masih tetap saja gelisah. Bukankah kata orang-orang bahwa yang selalu berbuat baik hidupnya akan tenang"


"Itu betul tuan pejabat" Nenek menjawab singkat.


"Kalau berbicara kebaikan aku yakin aku jauh lebih banyak berbuat baik dibandingkan nenek. Tapi bagiku bisa membantu orang merupakan satu karunia terbesar yang harus aku syukuri"


"Itu juga betul tuan pejabat"


"Aku bisa merasakan dan sangat yakin hidup nenek jauh lebih tentram dan bahagia dari aku" Tuan pejabat makin gelisah.


"Lagi-lagi tuan pejabat betul" Sang nenek memberikan jawaban yang sama dan pembawaannya juga tetap tenang.


"Mengapa bisa demikian?" Airmuka pejabat mulai berubah. Wibawa Sang pejabat hampir tidak terlihat dan berganti sosok yang memelas yang lagi membutuhkan pertolongan.


"Apakah tuan pejabat benar-benar ingin tahu penyebab kegalauan tuan?" Sang nenek pun melontarkan pertanyaan.


"Iya nek" Balas tuan pejabat.




Sesungguhnya nenekpun belum tahu apa penyebabnya, yang bisa nenek lakukan adalah mencari akar permasalahan yang menyebabkan tuan gelisah" Kali ini nenek berbicara dengan nada yang sangat berwibawa. Dan kewibawaannya semakin membuat si pejabat ciut.


"Baiklah, nenek ingin tanya hari ini tuan sudah berbuat kebaikan apa saja dan kejahatan atau kesalahan orang lain apa yang diterima tuan ?" Nenek menatap dalam-dalam sedangkan tuan pejabat tidak berani membalas tatapan Sang nenek. Ia tertunduk sedih.


"Hari ini aku telah membantu sebuah keluarga yang kelaparan. Aku terharu melihat mereka menitik air mata saat menerima bantuan dariku, tapi yang membuatku kesal saat aku menuju kesini ditengah jalan aku bertemu seorang yang terpeleset dijalan, aku menolongnya, dia bukannya berterimakasih malah memaki-maki aku dengan kata yang kasar katanya aku jadi pejabat tidak becus. Masa, jalan lagi rusak tidak diperbaiki. Padahal kondisi jalan sama sekali tidak rusak. Aku benar-benar tidak bisa diterima, air susu dibalas dengan air tuba" Jelas pejabat panjang lebar.


"Lupakan itu semua maka hidup tuan akan tenang"


"Maksud nenek?" Tuan pejabat makin bingung.


"Lupakan kebaikan kita kepada orang lain dan juga lupakan kesalahan orang lain terhadap kita"




Akhirnya tuan pejabatpun paham apa yang membuat dirinya tidak tenang dan mengapa hidup Sang nenek begitu dihormati. Tuan pejabat pun berpamitan pulang dan ia telah menemukan kunci hidup tentram. Setelah itu, wajah tuan pejabat pun selalu terlihat ceria dan mengembangkan senyum. Dirinya pun tidak mengingat kebaikannya dan kesalahan orang lain.




Berbuat baik itu mulia, mampu memaafkan jauh lebih mulia




"Kebaikan Akan Kehilangan Nilai Luhurnya Jika Mengharapkan Pamrih, Dan Kesalahan Orang Lain Pun Akan Membawa Berkah Jika Kita Bisa Memaafkan"




Sahabat…….,


Menolong orang lain atau berbuat kebaikan harus dari hati. Dan juga harus dengan niat benar-benar ingin berbuat baik tanpa mengharapkan balasan atau pamrih, karena apabila kita berbuat mengharapkan puji-puji dari orang lain maka nilai kebaikan yang kita perbuat akan kehilangan keluhurannya. Bahkan lebih dari itu apabila satu harapan untuk mendapatkan balasan tidak terpenuhi akan menyebabkan hati kita tidak bisa terima dan merasa apa yang kita lakukan hanyalah sia-sia.




Demikian juga dengan kesalahan orang lain kita harus bisa memaafkan dan melupakan. Karena jika tidak, kesalahan orang lain akan menjadi momok dalam batin yang akhirnya akan melahirkan dendam, dendam akan terus menghasut hati dan pikiran kita untuk melakukan satu pembalasan. Hal ini sangat tidak menguntungkan buat kita, banyak energi yang terbuat sia-sia untuk memikirkan cara membalas kejahatan dengan kejahatan, meskipun kejahatan sudah terbalaskan dengan beribu-ribu lipat kejahatan tetap saja tidak akan membuat sanubari kita menjadi tenang.




Mengingat kebaikan kita dan kesalahan orang lain bukan tidak mungkin akan menimbulkan satu penyakit jiwa dan fisik, memikirkan kebaikan kita tidak di hargai dan pelecehan orang lain akan menyebabkan kita susah tidur dan tidak ada nafsu makan, bukankah akan merusak lahiriah dan batiniah?.




Melupakan kebaikan kita membuat kita tidak berharap lebih dan melupakan kesalahan orang lain akan membunuh akar dendam yang otomatis membuat kita hidup tenang.




Seperti kisah diatas, penyebab kegelisahan tuan pejabat tidak berasal dari mana-mana tetapi dari hatinya sendiri. Dan ketentraman Sang nenek pun berasal dari hati dan pikirannya sendiri, tidak ada niat untuk menjadi orang yang mulia yang juga membuat dirinya menjadi mulia.




Berbuat baik terhadap sesama adalah kewajiban yang tidak perlu ada hitung-hitungan. Dan bersyukurlah kita yang diberi kesempatan untuk berbuat baik. Lihatlah berapa banyak orang yang ingin berbuat baik tetapi tidak mempunyai kesempatan. Mereka yang terbaring tidak berdaya, mereka yang tidak punya apa-apa saat melihat pengemis datang kepadanya, hanya ada niat tetapi tidak mempunyai kemampuan. Namun itu masih lebih baik dari pada mereka yang bisa menolong tetapi enggan melakukannya. Menolong orang lain atau berbuat baik pun tidak selalu dengan materi, kita bisa membantu dengan tenaga, pikiran bahkan hanya dengan menjadi pendengar yang baik yang sedikit berbicara ketika orang lain menceritakan beban hidupnya.




Dan di Dunia ini pun tidak ada orang yang tidak pernah berbuat salah. Jika kita tidak bisa melupakan kesalahan orang lain terhadap kita, sepanjang hidup berapa banyak orang yang pernah berbuat salah kepada kita. Jika dibiarkan bukankah dendam akan menumpuk dihati kita yang akan merusak diri kita sendiri.




Sahabat…….,


Berbuat baik sekecil apapun lalu lupakan. Dan sebesar apapun kesalahan orang lain kitapun tidak perlu mengingatnya.




Sebelum kita menghitung kebaikan yang telah dilakukan sebaiknya terlebih dahulu kita harus menghitung kesalahan yang pernah diperbuat.




Suatu ketika seorang pria bertanya kepada Rasulullah SAW tentang akhlak yang baik, maka Rasulullah SAW membacakan firman Allah, "Jadilah engkau pemaaf dan perintahkan orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." (QS al-A'raaf [7] : 199). Kemudian beliau bersabda lagi, "Itu berarti engkau harus menjalin hubungan dengan orang yang memusuhimu, memberi kepada orang yang kikir kepadamu dan memaafkan orang yang menganiayamu." (Hr. Ibnu Abud-Dunya)




Allah berfirman dalam Hadits Qudsi yang artinya : " Nabi Musa a.s telah bertanya kepada Allah : " Ya Rabbi ! siapakah diantara hamba-MU yang lebih mulia menurut pandangan-Mu ?" Allah berfirman :" Ialah orang yang apabila berkuasa (menguasai musuhnya), dapat segera memaafkan." (Kharaithi dari Abu Hurairah r.a)




Dalam Perang Uhud Rasulullah mendapat luka pada muka dan juga patah beberapa buah giginya. berkatalah salah seorang sahabatnya :" Cobalah tuan doakan agar mereka celaka." Rasulullah menjawab :"Aku sekali kali tidak diutus untuk melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan Penebar Kasih Sayang. Lalu beliau menengadahkan tangannya kepada Allah Yang Maha Mulia dan berdoa " Ya Allah ampunikah kaumku , karena mereka tidak mengetahui ."




" Dan hendaklah mereka suka memaafkan dan mengampuni. apakah kalian tidak suka Allah mengampuni kalian ? " (QS. An-Nuur ; 22)



Mengapa Engkau Menangis

KETIKA mendengar suara hiruk-pikuk, Aisyah sontak bertanya, "Apakah yang telah terjadi di kota Madinah?"




"Kafilah Abdurrahman bin Auf baru datang dari Syam membawa barang-barang dagangannya," seseorang menjawab.




Ummul Mukminin berkata lagi, "Kafilah yang telah menyebabkan semua ini?"




"Benar, ya Ummul Mukminin. Karena ada 700 kendaraan."




Aisyah menggeleng-gelengkan kepalanya. Pandangannya jauh menerawang seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat dan didengarnya. Kemudian ia berkata, "Aku ingat, aku pernah mendengar Rasululah berkata, 'Kulihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan perlahan-lahan."




Sebagian sahabat mendengar itu. Mereka pun menyampaikannya kepada Abdurrahman bin Auf. Alangkah terkejutnya saudagar kaya itu. Sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskan, ia segera melangkahkan kakiknya ke rumah Aisyah.




"Engkau telah mengingatkanku sebuah hadits yang tak mungkin kulupa." Abdurrahman bin Auf berkata lagi, "Maka dengan ini aku mengharap dengan sangat agar engkau menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, kupersembahkan di jalan Allah."




Dan dibagikanlah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya. Sebuah infak yang mahabesar.




Abdurrahman bin Auf adalah seorang pemipin yang mengendalikan hartanya. Bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya. Sebagai bukti, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkan harta kemudian menyimpannya. Ia mengumpulkan harta dengan jalan yang halal. Kemudian, harta itu tidak ia nikmati sendirian. Keluarga, kaum kerabatnya, saudara-saudaranya dan masyarakat ikut juga menikmati kekayaan Abdurrahman bin Auf.




Saking kayanya Abdurrahman bin Auf, seseorang pernah berkata, "Seluruh penduduk Madinah bersatu dengan Abdurrahman bin Auf. Sepertiga hartanya dipinjamkan kepada mereka. Sepertiga lagi dipergunakannya untuk membayar utang-utang mereka. Dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi-bagikan kepada mereka."




Abdurahman bin Auf sadar bahwa harta kekayaan yang ada padanya tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada dirinya jika tidak ia pergunakan untuk membela agama Allah dan membantu kawan-kawannya. Adapun, jika ia memikirkan harta itu untuk dirinya, ia selalu ragu saja.




Pada suatu hari, dihidangkan kepada Abdurahman bin Auf makanan untuk berbuka. Memang, ketika itu ia tengah berpuasa. Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya. Tetapi, beberapa saat kemudian ia malah menangis dan berkata, "Mush'ab bin Umair telah gugur sebagai seorang syahid. Ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku. Ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya, maka kelihatan kakinya. Dan jika ditutupkan kedua kakinya, terbuka kepalanya."




Abdurrahman bin Auf berhenti sejenak. Kemudian melanjutkan, "Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku. Ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir telah didahulukan pahala kebaikan kami."




Begitulah Abdurrahman bin Auf. Ia selalu takut bahwa hartanya hanya akan memberatkan dirinya di hadapan Allah. Ketakutan itu sering sekali, akhirnya menumpahkan air matanya. Padahal, ia tidak pernah mengambil harta yang haram sedikitpun.




Pada hari lain, sebagian sahabat berkumpul bersama Abdurrahman bin Auf menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama setalah makanan diletakkan di hadapan mereka, tiba-tiba ia kembali menangis. Sontak para sahabat terkejut. Mereka pun bertanya, "Kenapa kau menangis, wahai Abdurrahman bin Auf?"




Abdurrahman bin Auf sejenak tidak menjawab. Ia menangis tersedu-sedu. Sahabat benar-benar melihat bahwa betapa halusnya hati seorang Abdurrahman bin Auf. Ia mudah tersentuh dan begitu penuh kekhawatiran akan segala apa yang diperbuatnya di dunia ini.




Kemudian terdengar Abdurrahman bin Auf menjawab, "Rasulullah saw. wafat dan belum pernah beliau berikut keluarganya makan roti gandum sampai kenyang. Apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan?"




Jika sudah begini, bukan hanya Abdurrahman bin Auf yang menangis, para sahabat pun akan ikut menangis. Mereka adalah orang-orang yang hatinya mudah tersentuh, dekat dengan Allah dan tak pernah berhenti mengharap rida Allah. (Saad Saefullah)






sumber : saksi-Online